Perbandingan tingkat kesejahteraan provinsi-provinsi di pulau
jawa dengan provinsi di luar jawa,dapat kita bandingkan dari berbagai indikator
menurut Dudley Seers yaitu : Tingkat kemiskinan,tingkat pengangguran,dan
ketimpangan di berbagai bidang.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada awal bulan
ini (2 Januari 2014) menyebutkan, kejadian kemiskinan (incidence
of poverty) di Provinsi Dearah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada bulan
September 2013 mencapai 15,03 persen. Itu artinya, 15 dari setiap 100 orang
penduduk DIY tergolong miskin dengan pengeluaran kurang dari Rp303.843 per
bulan. Dalam soal DIY, pemberian cap sebagai provinsi termiskin di Jawa bakal
menjadi rancu bila dihubungkan dengan fakta bahwa DIY adalah salah satu
provinsi dengan pendapatan/pengeluaran per kapita tertinggi di Pulau Jawa
Buah dari pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas adalah
jurang ketimpangan ekonomi antara kelompok kaya dan kelompok miskin yang
kian melebar. Data BPS menyebutkan, rasio gini—indikator ekonomi yang digunakan
untuk mengukur kesenjangan ekonomi—DIY pada tahun 2013 sebesar 0,439. Angka ini
tertinnggi di antara provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa. Dan itu artinya,
kesenjangan ekonomi yang terjadi di DIY paling buruk se-Jawa.
Pada tahun 2012, skor IPM DIY sebesar 76,75 poin. Angka ini
tertinggi ke-2 di Pulau Jawa setelah DKI Jakarta (78,33 poin). Itu artinya,
tingkat kapabilitas (kualitas pendidikan, Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir
rata-rata penurunan angka kemiskinan adalah 0,8 % pertahun dan sasaran perluasan
jangkauan program rakyat tahun ajaran 2012 program PKH untuk 1,5 juta RTSM
(Rumah Tangga Sangat Miskin) mencapai Rp 1,9 Triliun , program Raskin
tahun 2012 untuk 17,5 RTSM RP 15,6 Triliun, total Anggaran Pendidikan
Tahun Ajaran 2012 sebesar Rp 290 Triliun disiapkan Rp 5,4 Triliun untuk bea
siswa bagi 8,2 juta siswa dan mahasiswa miskin, sedangkan Anggaran Kesehatan
tahun 2011 Rp 29,4 Triliun (2,4 APBN) dan tahun 2012 Rp 29,9 Triliun (2,1
% APBN) sedangkan target penurunan tingkat kemiskinan tahun 2012 adalah
10,5-11,5 %.
Angka persentase
kemiskinan tertinggi berada di provinsi Sulawesi Barat sebesar12,49 %,
sedangkan terendah penduduk miskin adalah DKI Jakarta mencapai 3,75 % disusul
Bali 4,2 %, Kalimantan Selatan 5,3 %, Bangka Belitung 5,8 %, Banten 6,3 %
sedangkan Jawa Timur 14,24 % diatas posisi rata-rata nasional sebanyak 12,49 %.
Tingginya angka kemiskinan di Provinsi Balikpapan, Kalimantan
Timur didominasi oleh para pendatang. Angka kemiskinan di Balikpapan di
tahun 2013 mencapai 240 ribu dan dominasi para pendatang yang mencapai 70%.Hasil
evaluasi awal pelaksanaan RPJMN periode 2010-2014 ini juga menemukan bahwa
meskipun pertumbuhan ekonomi masih berpusat di pulau Jawa dan Sumatera,
ternyata muncul kekuatan ekonomi baru (emerging economy) yakni Sulawesi dan
Kalimantan. Pada 2009, kontribusi Sulawesi terhadap PDB mencapai 4,72 persen,
dan pada 2011 naik menjadi 4,87 persen. Kendati mengalami sedikit penurunan,
Kalimantan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB, yakni sebesar 8,63
persen pada 2009 dan 8,46 persen pada 2011.
Secara keseluruhan berdasarkan data umum ketenagakerjaan yang
dilansir BPS perFebruari, Jatim cukup berhasil
menurunkan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Jika dibanding dengan
Tingkat pengangguran terbuka Februari 2009 sebanyak 5.87%, tahun 2010 sebanyak
4.19%, dan di tahun 2011 sebanyak 4.18% maka data perFebruari 2012, Tingkat
Pengangguran Terbuka di Jatim sebesar 4.14% atau turun 0.04%. Jika dibanding
target TPT dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah daerah (RPJMD) realisasi
capaian TPT Jatim lebih rendah dari target Indikator Kinerja Utama (IKU) dari
tahun 2009-2011 berkisar antara 6.4% – 5.80%.
Angka kemiskinan di Kota Tasikmalaya tertinggi di Jawa Barat.
Data tersebut berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013.
"Proporsinya mencapai 18 persen koma sekian," kata Kepala Seksi
Sosial, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tasikmalaya.
Kemiskinan, sangat dipengaruhi oleh daya beli. Di Kota Tasikmalaya, daya beli warganya bisa dikatakan rendah karena pendapatan masyarakatnya yang juga rendah.Sebagian warga masih bekerja di sektor informal, seperti pedagang kaki lima dan buruh industri rumahan.
Kemiskinan, sangat dipengaruhi oleh daya beli. Di Kota Tasikmalaya, daya beli warganya bisa dikatakan rendah karena pendapatan masyarakatnya yang juga rendah.Sebagian warga masih bekerja di sektor informal, seperti pedagang kaki lima dan buruh industri rumahan.
Berdasarkan
data sementara Badan Pusat Statistik, pada tahun 2013 jumlah pengangguran
secara nasional sebesar 7,4juta jiwa, yaitu 6,25 persen dari total angkatan
kerja yang mencapai 121,2 juta jiwa. Sedangkan jumlah penduduk Indonesia yang
bertempat tinggal di Wilayah Jawa-Bali adalah sebesar 140.501.347 Jiwa (59,17
persen dari pendududk Indonesia) dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata
1,49 persen per tahun. Jumlah penduduk nasional pada taun 2010 adalah
237.641.326.
Keberhasilan pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi dalam beberapa tahun terakhir disertai pula dengan menurunnya angka
kemiskinan di berbagai daerah Secara nasional,angka kemiskinan mengalami penurunan
dari 11,7% pada Tahun 2012 menjadi 11,5% pada tahun 2013.Menurunnya angka
kemiskinan merupakan hal yang sangat menggembirakan. Hal ini memberikan arti bahwa
tujuan pembangunan ekonomi telah memberikan imbas positif dalam mengatasi
tantangan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pada indikator rasio gini, dalam beberapa tahun justru
menunjukkan adanya kecenderungan yang meningkat. Secara nasional, rasio gini
meningkat dari 0,410 menjadi 0,413 pada tahun 2013. Hal ini memberikan arti
adanya kenaikan tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat.Memburuknya kondisi
ketimpangan juga tercermin pada meningkatnya jumlah provinsi yang masuk ke
dalam kategori ketimpangan sedang (0,4 < rasio gini < 0,5)Gambaran
ketimpangan antar daerah menunjukkan hal yang tidak berbeda, dari 11 provinsi
yang termasuk kategori “ketimpangan sedang”.Meningkatnya ketimpangan pendapatan
ditengah angka kemiskinan yang menurun mengindikasikan adanya perbedaan laju
peningkatan kesejahteraan di
antara berbagai kelompok masyarakat. Pencapaian tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir lebih banyak
berdampak positif pada meningkatnya laju pendapatan masyarakat kelas menengah
atas yang lebih cepat. Sementara itu, akselerasi laju pendapatan kelompok
masyarakat menengah bawah relatif lebih lambat karena mereka lebih banyak
bekerja di sektor pertanian dan industri yang pertumbuhannya relatif lebih
lambat daripada sektor lainnya.tetapi ketimpangan yang ada belum dapat
diselesaikan seiring berjalannya waktu dan bergantinya kepemimpinan negara.
Sebagai contoh Kesenjangan Wilayah antara Jawa dengan Luar jawa:
data tahun 2012 sebesar 57,6% ‐ 42,4%, tidak ada perubahan yang berarti dari
dua wIlayah tersebut. Demikian juga jika kita melihat pada pembagian Kawasan
Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia, hampir tidak mengalami perubahan
dalam12 tahun terakhir, yaitu sekitar 83% – 17%. Dari segi pendapatan,
ketimpangan pendapatan penduduk Indonesiayang diukur dari gini ratio juga
mengalami kenaikan dari 0,38 di tahun 2010 menjadi 0,41 pada tahun 2011,
artinya jurang pendapatan tertinggi dan terendah semakin lebar.Banyak factor
yang menyebabkan terjadinya ketimpangan di Indonesia, tetapi yang utama adalah
tidak adanya strategi utuh yang sudah mempertimbangkan keberlanjutan sumber
daya alam dan lingkungan, terjaminnya hak‐hak asasi manusia serta pemenuhan hak‐hak
dasar warga Negara terutama di wilayah yang masih tertinggal.
Solusi yang dapat di berikan untuk provinsi yang mengalami
tingkat kemiskinan,pengangguran serta ketimpangan di berbagai bidang presentase
tinggi,dapat kita perbaiki dengan melihat factor internal serta external di
setiap provinsi,misalnya Tasikmalaya (Pulau Jawa) dari sisi pertaniannya lebih
mensejahterakan petani-petani nya membuka agro bisnis baru dengan memanfaatkan
sumber daya alam setempat seperti budi daya,ternak,dan lain-lain.
Lalu,solusi yang dapat diberikan untuk daerah di luar jawa
seperti Kalimantan,lebih memberikan pelatihan keterampilan kepada ibu rumah
tangga yang masuk program keluarga harapan agar bisa keluar dari garis
kemiskinan yang kini mereka alami.untuk membangun kemandirian masyarakat yang
berdaya saing dalam meningkatkan perekonomian dan kerajinan daerah.
Refrensi :
Komentar
Posting Komentar